Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din
Syamsuddin mengomentari wacana memasukkan pasal santet di dalam
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang
saat ini sedang dipelajari DPR RI.
Din menyatakan bahwa pihaknya sejauh ini belum benar-benar mempelajari pasal santet dalam RUU KUHP, karena sedang memfokuskan diri terhadap RUU lain misalnya RUU Ormas. Namun dia mempersilakan para legislator mengkajinya terlebih dulu apakah memungkinkan memasukkan kejahatan santet dalam perundang-undangan.
Din juga mengingatkan bahwa yang terpenting dilakukan adalah menghindari terjadinya hal-hal merugikan orang banyak.
Menurut dia, terdapat opsi untuk mengatur permasalahan santet. Permasalahan itu tidak selalu harus didekati dengan regulasi dan legislasi.
"Tidak selalu kemudian itu didekati dengan regulasi, dengan legislasi. Ada pendekatan lain dalam kehidupan berbangsa yang bisa dilakukan," kata dia.
Related Article
Pendekatan lain yang dimaksudkan Din yakni mengembangkan etika sosial, agar praktik seperti itu tidak berkembang, termasuk praktik penghakiman oleh masyarakat terhadap yang dituduh juga harus dihentikan.
Di dalam Pasal 293 RUU KUHP sebenarnya tidak menyebut santet secara eksplisit, namun disebutkan sebagai "kekuatan gaib".
Dalam ayat (1) pasal itu disebutkan "Setiap orang yang meyakini dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.(tp)
0 Komentar
Silahkan beri komentar dengan bijak dan sesuai dengan topik artikel, karena semua komentar akan saya moderasi terlebih dahulu sebelum ditampilkan. Thanks :)
Salam Damai